Pencarian MH370 dengan Metode Bayesian


Masih ingat hilangnya pesawat MH370? Pada 7 Maret 2014, pesawat yang membawa 227 penumpang dari 15 negara, dan 12 awak bertolak dari Kuala Lumpur menuju Beijing. Kontak terakhir tercatat 40 menit setelah pesawat lepas landas, untuk kemudian tiada kabar sama sekali. Usai dinyatakan hilang, pencarian besar - besaran dilakukan oleh gabungan dari beberapa negara. Banyak spekulasi bermunculan, mulai dari di mana perkiraan terakhir posisi pesawat hingga berbagai teori kenapa hal ini bisa terjadi. Terorisme? Konspirasi? Masalah pribadi sang pilot? Dan lain sebagainya, mulai dari yang bisa dinalar hingga yang hanya berdasarkan penerawangan orang "pinter". OK, kita fokus dengan pertanyaan di mana kemungkinan terbesar pesawat jatuh? Kenapa ini penting? Ya jelaslah! Bayangkan jika kita harus melakukan pencarian di laut lepas. Berapa luasnya samudera harus diarungi? Belum lagi, berbagai faktor semisal pergerakan air laut yang akan membawa bangkai pesawat ke lokasi yang baru, dengan tak berhingga kemungkinan arah penyebaran. Di luar berbagai pendapat yang beredar, mulai dari informasi dari alam gaib :) , dukun super, hingga analisa konspirasi cocokologi, dari yang mengundang senyum simpul hingga memancing ketegangan urat syaraf, maka pembahasan berikut adalah sama sekali berbeda dari itu semua. Australia, dimana diduga MH370 jatuh di wilayah perairan mereka, melakukan usaha pencarian yang masif. Masif secara biaya, masif secara jumlah personel dan peralatan, masif secara lamanya masa pencarian, dan masif secara riset. Riset? Pertanyaan inilah yang menggelitik. Iya, riset. Awalnya, saya kira, berdasarkan berita - berita di berbagai media, pencarian ya pencarian aja. Dari perkiraan lokasi terakhir, maka terjunkan pasukan pencari di sana  dan wilayah sekitar. Dibantu dengan teknologi yang canggih tentunya. Ternyata, tidak sebatas itu. Adalah suatu keberuntungan bagi saya ikut serta dalam Bayes on the Beach, mini-seminar tahunan yang berfokus pada bidang Bayesian Statistics, dikomandoi oleh Prof. Kerrie Mengersen, salah satu supervisor penelitian saya. Salah satu invited speaker adalah Prof. Neil Gordon  memaparkan  apa yang mereka lakukan dalam upaya menelusuri keberadaan MH370.   mh370 Siapakah Neil Gordon? Beliau adalah seorang statistikawan, Ph.D in Statistics dari Imperial College London tahun 1993, saat ini merupakan salah satu staf ahli di departemen pertahanan Australia, tepatnya pada the Defence Science and Technology Group. Terdapat lebih kurang 2,100 staf hanya untuk divisi ini saja! Wow, hanya itu komentar saya ketika mendengar pemaparannya. Kenapa? Berarti serius banget ya ini negara mengurus pertahanannya! Lah, scientist-nya saja sampe ribuan gitu, kolaborasi para ahli dari berbagai bidang ilmu. OK, jadi apa yang ia dan tim-nya lakukan? Well, tentunya menentukan di manakah lokasi jatuhnya, dan terdamparnya, MH370. Bagaimana caranya? Dengan statistika. Statistika? Gak salah? Yup, benar, dengan statistika, tepatnya Bayesian statistika. Apa itu Bayesian statistika? Simpelnya, serupa dengan statistika pada umumnya, ada model, ada penaksiran parameter, ada prediksi. Namun, pada Bayesian, lebih fleksibel dalam artian diperbolehkan adanya informasi tambahan selain data, yaitu pendapat atau kepercayaan kita akan sesuatu yang terkait dengan kejadian tersebut. Inilah yang disebut prior. Prior bisa bermacam - macam, tergantung kepercayaan kita. Informasi prior ini, dikombinasikan dengan data, akan menghasilkan informasi akhir yang ter-update, dikenal dengan nama posterior. Nah, segala hal yang berkaitan dengan pengambilan informasi akhir, baik berupa prediksi maupun analisis lainnya ya berdasarkan posterior ini. Bagaimana dalam konteks MH370? Sama saja cara kerjanya. Perlu data, ada informasi prior, buat modelnya, kombinasikan prior dan data dalam model kemudian lakukan simulasi untuk mendapatkan posterior, dan pada akhirnya  ekstrak informasi dari posterior tersebut. Dalam kasus MH370, prior berupa posisi terakhir pesawat yang dapat terlacak berdasarkan data radar. Data untuk komponen likelihood berupa pengukuran dari Inmarsat metadata, data kalibrasi berdasarkan detail penerbangan, dan informasi penemuan puing pesawat di Reunion island.  Beberapa model dibuat, dan berbagai alternatif variasi input pada model dilakukan dengan kalibrasi menggunakan data catatan detail penerbangan. Perkembangan terbaru dalam proses pencarian pun selalu diupdate ke dalam model dengan sehingga proses pencarian menjadi lebih terarah (link). Apakah mudah menentukan model ini? Tentu saja tidak! Tapi bukannya tak mungkin untuk dilakukan. Ada banyak faktor ketidakpastian yang jelas berpengaruh terhadap hasil analisa. BFO offset, ketinggian penerbangan, kecepatan, aircraft dynamics (apakah di saat-saat terakhir menggunakan mode outo-pilot atau manual?), kecepatan dan arah angin, eclipse calibration, dan banyak hal lainnya. Bagaimana memasukkan unsur - unsur ini dalam model? Di sinilah indahnya Bayesian. Semua ketidakpastian tersebut dirangkum dalam suatu distribusi probabilitas. Lantas bagaimana mengetahui bahwa hasil dari model tersebut bisa digunakan sebagai panduan untuk melacak keberadaan MH370? Dengan validasi, tentunya. Bagaimana caranya? mh370-blog mh370-blog2

Sumber: https://www.atsb.gov.au/media/5733804/Bayesian_Methods_MH370_Search_3Dec2015.pdf

Informasi dari beberapa penerbangan yang serupa, dari maskapai yang sama, untuk rute Kuala Lumpur - Beijing (kota lain) dan sebaliknya, digunakan untuk verifikasi akurasi model (seperti pada gambar di atas). Verifikasi tersebut menunjukkan, di  bawah berbagai kemungkinan skenario, bahwa model yang dibangun oleh Neil Gordon dan timnya dapat digunakan untuk pelacakan keberadaaan (puing-puing) MH370. Penemuan puing MH370 di Reunion island menunjukkan konsistensi dari search zone yang dihasilkan oleh model ini. Lantas, bagaimana selanjutnya? Informasi yang diperoleh dari model ini pun diteruskan kepada pihak - pihak terkait, utamanya Australian Transport Safety Bureau, untuk selanjutnya dijadikan patokan dalam penentuan zona pencarian. Ini pun menjadi patokan dalam tiap pernyataan dari perdana menteri Australia, Tony Abbot saat itu, terkait perkembangan pencarian puing MH370. Termasuk di dalamnya adalah penentuan batas waktu pencarian hingga Juni 2016. Ini berdasarkan perkiraan tercakupnya 90 % zona pencarian. Kenapa 90%? Tentunya dengan pertimbangan jangka waktu yang sudah cukup lama semenjak dinyatakan hilang, sudah tidak terlalu relevan menjelajahi sisa cakupan area, terlebih lagi dengan akan makin meluasnya zona  pencarian seiring berjalannya waktu. Pelajaran apa yang bisa dipetik dari pemaparan ini? Bagi saya pribadi, ada beberapa hal. Pertama, betapa kuatnya budaya riset di negeri ini. Dan, betapa kuatnya ikatan kerjasama antara akademisi dan pihak pengguna ilmu, baik itu pemerintah maupun industri. Betapa setiap pernyataan pemerintahnya, terlepas dari bermacam reaksi yang politis yang muncul, selalu ada 'tim pembisik' di belakangnya, yang tentu saja notabene tidak berdasarkan subjektivitas kelompok  yang lazimnya kita temui di suatu negara antah berantah [ga usah sebut nama :( ] Tak berhenti di situ, mereka pun menerbitkan sebuah buku, Bayesian Methods in the Search of MH370, sebagai dokumentasi yang sangat baik terhadap apa yang sudah dikerjakan. Di akhir presentasi, ia pun membuka kesempatan jika ada tambahan informasi atau ide untuk memperbaiki model yang sudah mereka bangun. Namun, bagian favorit saya adalah pada pernyataan pamungkasnya ketika ada seorang ahli di bidang prior expert elicitation, bertanya sudahkah ia mempertimbangkan pendapat para ahli sosial sebagai informasi prior? Mungkin bisa mengungkap kenapa tragedi ini bisa terjadi. Apa jawabnya? Semua kemungkinan variasi skenario sudah kami lakukan. Akan tetapi terkait dengan social expert opinion, NO. Since MH370 fell in the Australian territory, so Australia's task is to find the plane. Why it happened is not our business, it's Malaysian's task! Ho ho ho... Nggak tau aja dia kalau di Indonesia mah banyak sekali ahli dadakan yang dengan super PD mengemukakan analisanya, dari A sampai Z, bermodalkan teori konspirasi dalam ilmu cocokologi dicampur dengan ilmu kanuragan dan ilmu - ilmu sejenisnya. Publikasinya pun banyak nian, tak cuma satu macam ini. Tapi bukan di Springer, media sosial macam fesbuk pun cukuplah. #ngenesdotcom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Relevant & Respectful Comments Only.